UKHUWAH IMANIYYAH/ISLAMIYYAH
07/06/2021artikel ini disadur dari teks khotbah Jum’at masjid Abu Bakr Ash Shiddiq, Yayasan EMIISc, oleh khotib ustad Martaseno, Lc., M.M.
Ukhuwah Imaniyyah/Islamiyyah adalah persaudaraan seiman dan seagama islam.
Manusia di dunia diciptakan oleh Allah dengan keadaan berbeda suku, bangsa, ras, bahasa, warna kulit supaya saling mengenal. Tidak untuk saling menjatuhkan dengan berbagai bentuk intimidasi dan diskriminasi. Maka, tidak pantas individu atau satu kelompok orang yang beriman untuk berbuat kejahatan. Apalagi kepada sesama saudara muslim, tidak seharusnya saling dengki, menipu, membenci, membelakangi atau memutuskan hubungan sebagaimana sabda Rasulullah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ (رواه مسلم(
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya “ (Riwayat Muslim).
Dan di antara pokok keimanan dan keislaman adalah terciptanya ukhuwah imaniyyah (persaudaran keimanan) dan tersebarnya kecintan dan kasih sayang di masyarakat kaum muslimin secara khusus dan semua masyarakat secara umum, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: “sesungguhnya Orang-orang beriman itu bersaudara. Oleh sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah / takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Kata (إنما) merupakan adatul hashr (kata pembatas), yakni untuk membatasi sesuatu.
Kata (المؤمنون) jamak dari (المؤمن) yakni orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-Nya, hari akhir serta beriman kepada taqdir Allah yang baik dan buru
Sedangkan kata (إخوة) adalah bentuk jamak dari kata akh (أخ), yang artinya saudara. Kata ikhwah biasanya digunakan untuk persaudaraan sekandung, sedangkan kata ikhwan (إخوان) yang juga bentuk jamak dari kata akh, untuk persaudaraan yang tidak sekandung. Seakan-akan ayat ini menjelaskan bahwa persaudaraan kaum mukminin lebih kuat daripada ikatan darah saudara kandung.
Imam Al Qurthubi menjelaskan, “Tali ikatan persaudaraan seagama lebih kuat daripada ikatan persaudaraan nasab. Sebab ikatan persaudaraan nasab terputus karena berbeda agama sedangkan ikatan persaudaraan seagama tidak akan terputus karena berbeda nasab.”
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ (sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara)
Ayat ini menjelaskan bahwa hanya orang-orang yang beriman saja yang bersaudara. Artinya, dengan keimanan dalam dada mereka, mereka saling terpaut dan saling berpegang teguh pada tali agama Allah, sehingga krakter orang yang beriman itu selalu merasakan kebahagian Ketika saudaranya bahagia dan ikut bersedih Ketika saudaranya dalam kesedihan atau kesulitan, sebagaimana hadits Rasulullah:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: الْمُؤْمِنُ للْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Musa RadhiAllahu ‘Anhu berkata: Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seorang mu’min terhadap mu’min yang lain, ibarat sebuah bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian yang lain, dan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam: menjalinkan antara jari-jarinya. (Muttafaq ‘alaih)
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى) .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ(
Dari al-Nu’man Ibn Basyir Radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Perumpamaan kaum Mu’minin dalam hal saling menyayangi, saling kasih mengasihi dan saling rasa simpati ibarat satu tubuh. Jika satu anggota dari tubuh itu ada yang merasa sakit, maka seluruh tubuh tidak bisa tidur dan merasakan sakit. (Muttafaq ‘alaih)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
“sesungguhnya Orang-orang beriman itu bersaudara. Oleh sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu…”
Kata ashlihuu (أصلحوا) terambil dari kata ashlaha (أصلح) yang asalnya adalah shaluha (صلح). Antonim dari kata fasada (فسد) yang artinya rusak. Sehingga shaluha artinya adalah terhentinya kerusakan atau diraih manfaatnya. Ashlihuu berarti adalah mencegah kerusakan sehingga kembali harmonis hubungannya. Arti Sederhananya adalah mendamaikan.
Dan Kata akhawaikum (أخويكم) adalah bentuk dua dari kata akh (أخ). Penggunaan bentuk dua, ini mengisyaratkan, jangankan banyak orang, bahkan dua orang mukmin pun jika berselisih, mereka harus didamaikan. Diupayakan ishlah (إصلاح)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“sesungguhnya Orang-orang beriman itu bersaudara. Oleh sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Syaikh Wahbah Az Zuhaili رحمه الله تعالى dalam Tafsir Al Munir menjelaskan: “Guna mempertegas perintah mendamaikan ini, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk bertaqwa, Maknanya, damaikanlah di antara dua saudaramu yang berselisih dan hendaklah landasan kalian dalam upaya mendamaikan dan dalam seluruh urusan adalah taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dengan taqwa, maka ia tidak akan memihak salah satu dari dua orang yang bertikai tersebut. Dengan taqwa, ia akan berbuat adil. Dan dengan taqwa melahirkan rahmat Allahلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. Sebaliknya, pertikaian dan perpecahan akan menjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pertanyaan siapa yang harus mendamaikan dua mukmin atau dua golongan mukmin yang bertikai? Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan, yang paling wajib mendamaikannya adalah penguasa dan pemimpin negara Islam. Namun setiap mukmin yang memiliki otoritas atau kesempatan, juga perlu berusaha mengupayakan ishlah sebagaimana lafazh umum Surat Al Hujurat ayat 10 ini.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Dan dalam surat Al Hujurat ayat 11 dan 12 juga terdapat enam perbuatan yang dapat merusak ukhuwah imaniyyah:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ۬ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُمۡ وَلَا نِسَآءٌ۬ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَـٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَـٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ 11 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ 12
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain [karena] boleh jadi mereka [yang diolok-olok] lebih baik dari mereka [yang mengolok-olok] dan jangan pula wanita-wanita [mengolok-olok] wanita-wanita lain [karena] boleh jadi wanita-wanita [yang diperolok-olokkan] lebih baik dari wanita [yang mengolok-olok] dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah [panggilan] yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (12) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari berburuk-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari berburuk-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (12). (QS Al-Hujurat :11 &12)
Dari ayat di atas, ada enam hal bisa merusak ukhuwah imaniyyah, yaitu :
- meng-olok-olok antar sesama, karena hal ini dapat menimbulkan rasa sakit hati, kemarahan dan permusuhan
- mencaci atau menghina orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, apalagi bila kalimat penghinaan itu bukan sesuatu yang benar. Manusia yang suka menghina berarti ia telah merendahkan orang lain, dan martabatnyapun akan jatuh
- memanggil orang lain dengan panggilan gelar-gelar yang tidak disukai. Kekurangan secara fisik bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk memanggil orang lain dengan keadaan fisiknya itu.
- kecurigaan atau su’udzan terhadap sesama
- mencari-cari keburukan orang lain
- menggunjing satu sama lain atau meng-ghibah.
Semoga Allah ta’ala selalu menjaga keimanan dan ukhuwah imaniyyah kita semua, sehingga kelak kita bisa bertemu disurganya, aamiin yaa rabbal ‘alamiin